Khutbah Jum'at Tentang Israj Mi'raj Nabi Muhammad Saw
Jamaah shalat Jumat hafidhakumullah,
Alhamdulillah pada kesempatan yang berbahagia ini kita masih diberi kesempatan oleh Allah subhanahu wata’ala untuk beribadah di bulan Rajab yang mulia ini.
Pada kesempatan ini
kita kembali memperingati peristiwa besar dan istimewa, yaitu peringatan Isra’
Mi’raj Nabi Muhammad shallallahu ‘alaihi wasallam.
Karena itu,
sebagai umat Islam, kita harus mengetahui apa makna Isra’ Mi’raj, bagaimana
kisah perjalanan Nabi dalam Isra’ Mi’raj? Dan apa pelajaran yang dapat kita
ambil dari peristiwa Isra’ Mi’raj Nabi Muhammad shallallahu ‘alaihi wasallam?
Isra’
Mi’raj adalah peristiwa yang agung, yaitu Allah subhanahu wata’ala memberikan
keistimewaan pada Nabi Muhammad shallallahu ‘alaihi wasallam untuk melakukan
perjalanan mulia bersama malaikat Jibril mulai dari Masjidil Haram Makkah
menuju Masjidil Aqsha Palestina.
Kemudian
dilanjutkan dari Masjidil Aqsha menuju Sidratil Muntaha untuk menghadap Allah
subhanahu wata’ala sang pencipta Alam semesta.
Sebagaimana firman
Allah subhanahu wata’ala dalam surat Isra’ ayat 1:
Artinya: Maha Suci Allah, yang telah
memperjalankan hamba-Nya pada suatu malam dari Masjidil Haram ke Masjid Aqsho
yang telah Kami berkahi sekelilingnya agar Kami perlihatkan kepadanya sebagian
dari tanda-tanda (kebesaran) Kami.
Sesungguhnya Dia
adalah Maha Mendengar lagi Maha Melihat.
Imam
Bukhari mengisahkan perjalanan Isra’ Mi’raj Nabi Muhammad shallallahu ‘alaihi
wasallam dalam Shahih Bukhari, Juz 5 halaman 52. Intisarinya adalah, suatu
ketika Nabi berada di dalam suatu kamar dalam keadaan tidur, kemudian datang
malaikat mengeluarkan hati Nabi dan mencucinya, kemudian memberikannya emas
yang dipenuhi dengan iman.
Kemudian hati Nabi
dikembalikan sebagaimana semula. Setelah itu Nabi melakukan perjalanan Isra’
Mi’raj dengan mengendarai Buraq dengan diantar oleh malaikat Jibril hingga
langit dunia, kemudian terdapat pertanyaan, “Siapa ini?” Jibril menjawab:
“Jibril.” “Siapa yang bersamamu?” Jibril menjawab, “Muhammad”. “Selamat datang,
sungguh sebaik-baiknya orang yang berkunjung adalah engkau, wahai Nabi.”
Di langit dunia
ini, Nabi bertemu dengan Nabi Adam ‘alaihissalam, Jibril menunjukkan bahwa Nabi
Adam adalah bapak dari para nabi. Jibril memohon kepada Nabi Muhammad untuk
mengucapkan salam kepada Nabi Adam, Nabi Muhammad mengucapkan salam kepada Nabi
Adam ‘alaihissalam, sebaliknya Nabi Adam juga membalas salam kepada Nabi
Muhammad.
Perjalanan dilanjutkan menuju langit kedua, di
sini Nabi bertemu dengan Nabi Yahya dan Nabi Isa. Di langit ketiga, Nabi
Muhammad bertemu dengan Nabi Yusuf ‘alaihissalam, di langit keempat, Nabi
bertemu dengan Nabi Idris, di langit kelima Nabi Muhammad bertemu dengan Nabi
Harun ‘alaihissalam, di langit keenam, Nabi Muhammad bertemu dengan Nabi Musa,
Nabi Musa menangis karena Nabi Muhammad memiliki umat yang paling banyak masuk
surga, melampaui dari umat Nabi Musa sendiri. Dan terakhir di langit ketujuh,
Nabi Muhammad bertemu dengan Nabi Ibrahim ‘alaihissalam.
Setelah itu, Nabi
Muhammad menuju Sidratil Muntaha, tempat Nabi bermunajat dan berdoa kepada
Allah subhanahu wata’ala. Kemudian Nabi naik menuju Baitul Makmur, yaitu
baitullah di langit ketujuh yang arahnya lurus dengan Ka’bah di bumi, setiap
hari ada tujuh puluh ribu malaikat masuk untuk berthawaf di dalamnya.
Kemudian
Nabi disuguhi dengan arak, susu, dan madu. Nabi kemudian mengambil susu, Jibril
mengatakan: “Susu adalah lambang dari kemurnian dan fitrah yang menjadi ciri
khas Nabi Muhammad dan umatnya.” Di Baitul Makmur, Nabi Muhammad
bertemu dengan Allah subhanahu wata’ala.
Allah mewajibkan
kepada Nabi untuk melaksanakan shalat fardlu sebanyak lima puluh rakaat setiap
hari. Nabi menerima dan kemudian kembali pulang, dalam perjalanan, Nabi
Muhammad shallallahu ‘alaihi wasallam bertemu dengan Nabi Musa ‘alaihissalam.
Nabi Musa mengingatkan bahwa umat Nabi Muhammad tidak akan mampu dengan
perintah shalat lima puluh kali sehari, Nabi Musa mengatakan, umatku telah
membuktikannya.
Lalu meminta
kepada Nabi Muhammad untuk kembali pada Allah subhanahu wata’ala, mohonlah
keringanan untuk umatmu. Kemudian Nabi menghadap kepada Allah dan diringankan
menjadi shalat sepuluh kali. kemudian Nabi Muhammad kembali kepada Nabi Musa,
dan Nabi Musa mengingatkan sebagaimana yang pertama.
Kembali Nabi
menghadap Allah hingga dua kali, dan akhirnya Allah mewajibkan shalat lima
waktu.
Nabi Muhammad kembali pada Nabi Musa, Nabi
musa tetap mengatakan bahwa umatmu tidak akan kuat wahai Nabi Muhammad, Nabi
Muhammad menjawab, saya malu untuk kembali menghadap pada Allah. Saya ridho dan
pasrah kepada Allah.
Jamaah shalat
Jumat hafidhakumullah,
Imam Ibnu
Katsir dalam kitab Bidayah wa Nihayah, Sirah Nabawiyah, Juz 2 halaman 94
menceritakan, keesokan harinya, Nabi menyampaikan peristiwa tentang Isra’
Mi’raj terhadap kaum Quraisy. Mayoritas orang Quraisy inkar terhadap kisah yang
disampaikan Nabi Muhammad, bahkan sebagian kaum muslimin ada yang kembali
murtad karena tidak percaya terhadap kisah yang disampaikan Nabi.
Melihat hal
tersebut, Abu Bakar bergegas untuk membenarkan kisah Isra’ Mi’raj Nabi, beliau
mengatakan: sungguh aku percaya terhadap berita dari langit, apakah yang hanya
tentang berita Baitul Maqdis aku tidak percaya? Sejak saat itu sahabat Abu
Bakar dijuluki Nabi dengan sebutan Abu Bakar As-Shiddiq, Abu Bakar yang sangat
jujur.
Apa pelajaran yang dapat kita ambil dari
peringatan Isra’ Mi’raj? Ali Muhammad Shalabi dalam Sirah Nabawiyah: ‘Irdlu
Waqâi’ wa Tahlîl Ihdats, juz 1 halaman 209 menjelaskan, pertama, Isra’ Mi’raj adalah kemuliaan dan
keistimewaan dari Allah kepada hambanya tercinta, Nabi Muhammad shallallahu
‘alaihi wasallam, Nabi baru saja mengalami hal yang amat menyedihkan, yaitu
wafatnya Dewi Khodijah sebagai istri tercinta, yang selalu mengorbankan jiwa,
tenaga, pikiran, dan hartanya demi perjuangan Nabi, serta wafatnya paman
tercinta yaitu Abu Thalib, yang selalu melindungi Nabi dari kekejaman kaum
Quraisy.
Allah ingin
menguatkan hati Nabi dengan melihat secara langsung kebesaran Allah subhanahu
wata’ala. Sehingga hati Nabi semakin mantap dan teguh dalam menyebarkan Agama
Allah subhanahu wata’ala. Ini memberikan pelajaran kepada kita, bahwa siapa pun
yang berjuang di jalan Allah, dan menegakkan agama, seperti dengan memakmurkan
masjid, memakmurkan majlis ilmu, dzikir dan tahlil, Allah akan memberikan
kebahagiaan dan keistimewaan baginya.
Kedua, kewajiban
menjalankan shalat lima waktu bagi setiap muslim. Musthofa As Siba’i dalam
kitabnya, Sirah Nabawiyah, Durus wa Ibar, jilid 1 halaman 54 menjelaskan bahwa
jika Nabi melakukan Isra’ Mi’raj dengan ruh dan jasadnya sebagai mukjizat,
sebuah keharusan bagi tiap Muslim menghadap (mi’raj) kepada Allah subhanahu
wata’ala lima kali sehari dengan jiwa dan hati yang khusyu’.
Dengan shalat yang
khusyu’, seseorang akan merasa diawasi oleh Allah subhanahu wata’ala, sehingga
ia malu untuk menuruti syahwat dan hawa nafsu, malu untuk berkata kotor, malu
untuk mencaci orang lain, malu untuk berbuat bohong, dan sebaliknya lebih
senang dan mudah untuk melakukan banyak kebaikan.
Hal tersebut demi untuk mengagungkan keesaan
Allah, kebesaran Allah, sehingga dapat menjadi makhluk Allah yang terbaik di
muka bumi ini.
Ketiga, Isra’ Mi’raj adalah mukjizat Nabi Muhammad
shallallahu ‘alaihi wasallam, dengan perjalanan beliau dari Masjidil Aqsha
menuju Sidratul Muntaha.
Dalam sejarah, Itu adalah perjalanan pertama
manusia di dunia menuju luar angkasa, dan kembali menuju bumi dengan selamat.
Jika hal ini telah terjadi di zaman Nabi, 1400 tahun yang lalu, hal tersebut
memberikan pelajaran bagi umat Islam agar mandiri, belajar, bangkit dan
meningkatkan kemampuan, tidak hanya dalam masalah agama, sosial, politik, dan
ekonomi, namun juga harus melek terhadap sains dan teknologi. Perjalanan menuju
ke luar angkasa adalah sains dan teknologi tingkat tinggi yang menjadi salah
satu tolak ukur kemajuan sebuah umat dan bangsa.
Keempat, dalam perjalanan Isra’ Mi’raj, terdapat penyebutan dua
masjid umat Islam, yaitu Masjidil Haram dan Masjidil Aqsha.
Hal tersebut memberikan pelajaran bagi kita
bahwa Masjidil Aqsha adalah bagian dari tempat suci umat Islam.
Membela Masjidil
Aqsha dan sekelilingnya sama saja dengan membela agama Islam. Wajib bagi tiap
muslim sesuai dengan kemampuan masing-masing untuk selalu berjuang dan
berkorban untuk kemerdekaan dan keselamatan Masjidil Aqhsa Palestina.
Baik dengan
diplomasi politik, bantuan sandang pangan, maupun dengan harta.
Semoga kita selalu
menjadi umat yang selalu dapat mengambil hikmah dan dari peristiwa Isra’ Mi’raj
ini dan mengamalkannya dengan sebaik-baiknya. Allahumma Aamin.
Komentar
Posting Komentar